Manado – Penahanan puluhan penambang rakyat di kampung Binebas dan kampung Bowone, kecamatan Tabukan Selatan, kabupaten kepulauan Sangihe oleh Polres Sangihe mendapat reaksi keras Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI).
Ketua APRI Sulut, Ir. Julius Jems Tuuk, menilai penahanan tersebut tidak tepat mengacu pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
“Informasi yang saya terima bahwa Pasal 158 Undang-Undang Minerba jadi dasar polisi melakukan penahanan. Padahal, pasal itu diperuntukkan bagi perusahaan tambang atau korporasi,” jelas Jems Tuuk kepada wartawan Manadonews.co.id, Rabu (6/5/2020).
Penambang rakyat atau penambang tradisional, lanjut Jems Tuuk, justru mendapat perlindungan dari Undang-Undang Minerba Pasal 21 hingga 26. Pasal 22 F, dijelaskan bahwa izin Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) nanti dikeluarkan setelah 15 tahun beroperasi.
“Artinya, undang-undang memberi toleransi 15 tahun kepada penambang rakyat, kemudian keluar IPR (Izin Pertambangan Rakyat). Apalagi menambang di lahan garapan milik sendiri warisan nenek moyang mereka. Ibarat gali singkong dapat emas, salahnya di mana?” tutur Jems Tuuk.
Jems Tuuk menilai, pihak Polres Sangihe telah melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Jems Tuuk desak Kapolri, Jenderal Polisi Idham Aziz, segera mengganti Kapolres Sangihe, selanjutnya meminta Kabareskrim Polri melakukan penyelidikan dan penyidikan.
“Pada kondisi seperti ini Kapolres Sangihe terang-terangan melawan hukum terkait penyebaran virus Corona Covid-19. Ketika negara melepaskan para terpidana, di Sangihe Kapolres justru memenjarakan puluhan warga menggunakan pasal dipaksakan. Bapak Kapolri harus copot Kapolres Sangihe!” tegas Jems Tuuk.
Diketahui, Polres Sangihe telah menahan 25 warga yang melakukan aktivitas pertambangan rakyat di kampung Binebas dan kampung Bowone, kecamatan Tabukan Selatan.
Penahanan secara bertahap sejak 18 April 2020, termasuk Fransiske Nagaring, pemilik lahan garapan, yang viral di media sosial (Medsos) sedang berada dalam penjara bersama seorang balita laki-laki bernama AM.
Balita AM tak bisa dipisahkan dengan Fransiske yang ditahan sejak 27 April 2020. AM selalu memaksa untuk bertemu bahkan terus menangis meminta ibunya pulang ke rumah.
Fransiske yang menerima pembagian hasil dari aktivitas pertambangan di lahan milik sendiri oleh polisi dikenakan Pasal 55 KUHP yakni turut serta.
“Selain ibu Fransiske, informasi lain yang saya terima bahwa di antara penambang yang ditahan terdapat seorang bapak berusia hampir 60 tahun. Kita lihat nanti apakah bapak Kapolres masih memiliki hati nurani dan sisi kemanusiaan di tengah wabah Covid-19?” pungkas legislator Sulut terbaik penerima penghargaan Forward Award ini.
Hingga berita dipublish, wartawan Manadonews.co.id belum berhasil mengonfirmasikan pihak Polres Sangihe.
Kapolres melalui Kasat Reskrim Iptu. Angga Maulana, SIK, dihubungi wartawan melalui nomor telpon 08219222****, belum mengangkat telpon. Pun, di-sms sejak pukul 9.01 pagi, Rabu (6/5/2020), hingga berita dipublish belum merespons.
(YerryPalohoon)