Jakarta, Manadonews.co.id – Masyarakat bereaksi atas keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mempromosikan dinasti politik sebagai legacy utamanya.
Dilansir dari gesuri.id, Minggu (22/10/2023), meskipun setiap individu memiliki hak untuk memilih jalannya sendiri, namun menurut Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti, tidak dapat dipungkiri bahwa langkah ini menuai sorotan dan pertanyaan kritis.
“Menempatkan dinasti politik sebagai prioritas utama dalam legacy-nya adalah keputusan kontroversial. Semakin banyak orang yang memahami proses yang terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK), semakin besar pula potensi bagi masyarakat untuk mempertanyakan keputusan ini,” jelas Rangkuti.
Dia menambahkan, jika hal ini menimbulkan keraguan akan apakah langkah ini benar-benar sesuai dengan kepentingan publik atau lebih merupakan upaya mempertahankan kekuasaan di kalangan keluarga.
“Saya tidak yakin akan mendapat respon bagus dari masyarakat. Semakin banyak yang mengerti proses yang terjadi di MK, punya potensi semakin banyak orang yang merasa hal itu kurang tepat,” katanya.
Sebelumnya, sejumlah tokoh nasional beragam latar belakang mulai agamawan, budayawan, akademisi hingga aktivis, menandatangani Maklumat Juanda yang bertajuk Reformasi Kembali ke Titik Nol di Jalan Ir. Juanda, Jakarta Pusat, Senin (16/10).
Ray Rangkuti sendiri menjadi salah satu tokoh yang ikut menandatangani Maklumat Juanda tersebut.
Dinasti Politik mengemuka terkait keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengeluarkan putusan mengubah syarat pencalonan capres dan cawapres menjadi berusia paling rendah 40 tahun atau pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
Putusan ini membuka pintu bagi putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, untuk maju sebagai cawapres di Pilpres 2024.
Ketua MK, Anwar Usman yang merupakan paman Gibran, membacakan putusan ini dalam sidang pada Senin (16/10/2023) lalu.
Putusan tersebut menyatakan bahwa Pasal 169 q UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batasan usia capres-cawapres bertentangan dengan UUD 45 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, selama dimaknai berusia 40 tahun atau pernah sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
(***/Jrp)