Tahuna, MANADONEWS.CO.ID – Implementasi nilai perjuangan Pahlawan Nasional Bataha Santiago bagi generasi saat ini adalah sebuah pekerjaan rumah besar.
Pasca di tetapkannya Bataha Santiago sebagai Pahlawan Nasional adalah bukti bahwa Negara mengakui perjuangan pejuang asal Nusa Utara tersebut.
Sejak di beri gelar Pahlawan Nasional pada 10 November 2023, tentunya harus di barengi dengan project pembangunan sumber daya manusia.
Generasi penerus perjuangan di daerah harus di isi dengan pendidikan moral sesuai kultur khas Tampungang Lawo.
Pemerintah daerah harus kembali mendorong semua pemangku kepentingan untuk bersama-sama membangun sumber daya manusia khususnya para generasi muda saat ini.
Itulah mengapa Implementasi nilai perjuangan Bataha Santiago penting untuk di dorong bagi keberlanjutan para generasi penerus daerah ini.
Harus kita akui, tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam memperjuangkan pengakuan negara atas perjuangan, darah bahkan nyawa seorang Bataha Santiago dalam melawan penjajah.
“Sebagai Penjabat Bupati Sangihe, tentu sangatlah bersyukur dengan di tetapkannya Bataha Santiago menjadi Pahlawan Nasional dan ini adalah kebanggaan kita bersama, karena atas kerja sama dari semua pihak, hingga resmi di tetapkan masuk dalam lembaran sejarah Indonesia,” kata Tamuntuan dengan penuh haru Jumat (10/11/2023) di Istana Negara Jakarta.
Perjuangan selanjutnya adalah bagaimana daerah ini bisa menghasilkan generasi yang unggul, berakhlak serta berbudi pekerti yang luhur.
Sebagaimana di kutip dari berbagai sumber dan referensi dari Aldus Horohiung, Bataha (Sakti) memiliki nama Bataha Santiago dengan nama populernya yakni Santiago.
Santiago lahir di Manganitu Sangihe, Tahun 1622 dan meninggal Tahun 1675 dan di makamkan di Nento Kampung Karatung I, Kecamatan Manganitu, Kabupaten Sangihe.
Ayahnya bernama Tompoliu dan ibunya bernama Lawewe.
Sejak Pendidikan Dasar hingga Perguruan Tinggi (St. Thomas University) belajar di Manila Philipina II.
Pekerjaan dan Perjuangan
Pada tahun 1670 tibalah waktunya Santiago naik tahta kerajaan Manganitu menggantikan ayahandanya Tompoliu. Santiago menjadi raja dan memerintah dari tahun 1670 – 1675.
Berdasarkan ilmu pengetahuan yang di dapat dan pengalaman hidup semasa ayahnya berkuasa di kerajaan Manganitu, menjadi modal besar baginya untuk membangun kerajaan serta memberdayakan rakyat dengan menerapkan berbagai hal seperti:
- Menggiatkan penanaman cengkih, pala dan kelapa.
- Melakukan pekerjaan secara gotong-royong seperti mendirikan rumah, membuka kebun, menanam padi ladang, dll.
- Melakukan pekerjaan secara arisan yang di kenal dengan istilah ‘Palose’, yakni membantu pekerjaan secara bergilir seperti memintal tali ijuk, memetik padi, mencukur kelapa untuk di jadikan minyak, di mana bahan-bahan tersebut di jual ke Ternate.
Dari butir 2 (dua) dan 3 (tiga) di atas di kenal dengan istilah Santiago, yaitu “Banala Pesasumbalaeng” artinya semua pekerjaan harus di kerjakan bersama-sama.
- Mempertahankan/mengembangkan adat dan budaya. Pada saat menanam padi di ladang dan mencukur kelapa di iringi lagu — lagu daerah seperti “sasambo dan “kakalumpang”. Setelah selesai kegiatan membuka kebun, menuai padi, mendirikan rumah, perkawinan adat, menyambut tahun baru dll selalu di adakan acara syukuran yang di meriahkan dengan berbagai atraksi kesenian.
- Mengajak masyarakat untuk tekun beribadah dan mengutamakan kesejahteraan rakyat.
- Santiago membujuk raja Tabukan Don Fransisco Yuda l, Raja Kendahe Buisang, Raja Tahuna Marthin Tatandangnusa untuk bersarna- sama mempertahankan Kepulauan Sangihe agar tidak di masuki atau di kuasai oleh VOC Belanda.
Apalagi ia sudah melihat bahwa kerajaan Siau sudah beberapa kali di serang oleh VOC Belanda.
Inisiatif Santiago yang baik ini tidak mendapat sambutan positif dari ketiga raja tersebut entah apa alasannya.
Tetapi hal itu tidak mengendorkan jiwa perjuangannya, ia tetap pada pendiriannya untuk mempertahankan kerajaan Manganitu bahkan Kepulauan Sangihe Talaud agar tidak di masuki VOC Belanda yang merugikan kehidupan rakyatnya.
Bagi rakyat dan pembantu-pembantunya Santiago selalu menyampaikan ungkapannya “Nusa Kumbahang Katumpaeng” yang artinya Kepulauan ini atau tanah air ini jangan sampai di rampok atau di masuki musuh.
- Santiago melawan VOC.
Tahun 1675 VOC Belanda bersama kaki tangannya Sultan Sibori dari Ternate datang ke pulau Sangihe untuk menghukum Santiago.
Santiago pun tidak tinggal diam dan melakukan perlawanan, karena sebelumnya ia sudah mempersiapkan pasukannya dengan senjata sederhana apa adanya.
Penandatanganan kontrak atau Palakat Panjang (Lange Contract) di tolak mentah – mentah. Apapun yang terjadi Santiago ingin tetap merdeka dan tidak mau di jajah.
Akhirnya perang pun pecah tak terelakkan Iagi dan terjadi selama 4 (empat) bulan.
Taktik mengalahkan musuh telah di lakukan oleh VOC Belanda lewat meja perundingan dan adu domba pun di laksanakan.
Santiago dapat di bujuk untuk duduk bersama di meja perundingan tetapi itu hanya cara akal – akalan saja, Santiago di tangkap dan di giring ke Tahuna.
Di sana ia masih di tanyai apakah mau menandatangani kontrak, santiago tetap menolak.
Santiago akhirnya di bawah ke suatu tempat bernama Bungalawang untuk menjalani hukuman mati.
Santiago di gantung dan kepalanya di pancung. Kesetiaan atas kemerdekaan di bayar lunas dengan darah mengalir di bumi pertiwi tercinta.
Tanda Penghargaan
- Komando Resort Militer Manado di Sulawesi Utara di beri nama KOREM 131 Santiago.
- Di tempat dilakukan penghukuman gantung, telah di bangun KODIM 1301 Sangihe Talaud.
- Di tempat yang sama di jadikan satu Kelurahan, di beri nama Kelurahan Santiago, Kec. Tahuna, Kab. Sangihe.
- Salah satu lapangan upacara/ olahraga di Kota Tahuna di beri nama Lapangan Gelora Santiago.
- Di pulau Miangas, perbatasan Indonesia — Philipina telah di bangun sebuah Monumen Patung Santiago.
- Tahun 1975 Kubur / Makam Santiago di Nento- Kampung Karatung I Kecamatan Manganitu Kabupaten Sangihe Talaud telah di pugar.
- Tahun 1985 dan 1993 makam Santiago di pugar kembali oleh KOREM 131 Santiago.
NILAI-NILAI PERJUANGAN SANTIAGO
Setelah mengikuti panjang lebar tentang riwayat hidup dan perjuangan Batara Santiago maka kita dapat memetik nilai perjuangnnya.
Mudah-mudahan nilai-nilai perjuangan tersebut akan memberi dan menjadi alat motivasi penambah semangat dalam pembangunan bangsa dan negara. Adapun nilai-nilai perjuangan itu adalah.
- Kemerdekaan
Kemerdekaan adalah tuntutan hidup seluruh umat manusia. Tuntutan seluruh rakyat Indonesia menyangkut semua aspek kehidupan sesuai dengan apa yang tersirat dalam pembukaan UUD 1945.
Santiago berani melawan penjajah Belanda demi mempertahankan kemerdekaan bangsa dan tanah air.
Santiago gugur, tubuhnya hancur, mautpun di pilihnya agar bangsa dan tanah air ini tetap merdeka. Dalam suasana yang bebas merdeka manusia dapat membangun negara dan bangsa sekaligus membangun dirinya.
- Kehidupan Beragama.
Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa adalah dasar moral dan sifat-sifat kemanusiaan yang adil dan beradab.
Santiago menganut agama Nasrani Katholik yang setia. Agama itu pun di kembangkannya di tengah-tengah rakyat di dalam negerinya.
Di samping itu pengenalan akan Tuhan sudah sejak lama ada dengan sebutan I Ghennggona Langi Duatan Saruluang ( Tuhan Pencipta Alam Semesta).
Kesadaran adanya Kuasa Tuhan dan pengenalan ajaran-ajaran agama menjadi modal dasar untuk membangun masyarakat pada masa pemerintahannya.
- Sifat-Sifat Kemanusiaan
Sifat ini dapat di buktikan dalam suatu ungkapan Santiago yaitu “Banala Pesasumbalaeng” dengan memberi pengertian bahwa adanya suatu unsur kegotorong royongan di mana setiap orang dalam hidupnya saling membantu, saling memberi, baik materi maupun tenaga.
Banala Pasusembalaeng adalah gagasan Santiago yang mengartikan bahwa segala pekerjaan atau kegiatan harus di kerjakan secara bersama-sama dan yang kurang di perhatikan untuk di berikan bantuan begitu pula dalam susah dan penderitaan perlu mendapat hiburan dan di tolong.
ltu juga menggambarkan praktek kehidupan adat, sopan santun dengan memperhatikan norma-norma hidup.
- Persatuan
Meskipun Bataha Santiago adalah seorang raja, tetapi ciri-ciri kekuasaanya tidak semudah seperti yang di anggap orang di mana seorang raja berarti dictator.
Ada suatu Sikap Yang agak menonjol dalam kehidupan suku Sangihe Talaud yaitu Tenggang Rasa. Sikap tersebut sangat berpengaruh besar dalam tata hidup sehari-hari baik ia seorang pemimpin atau yang di pimpin.
Itulah sebabnya Santiago menjalankan pemerintahnnya selalu mengutamakan unsur demokrasi dan terbukti dalam setiap pengambilan keputusan sering di dasarkan atas pemufakatan melalui musyawarah.
Cita-citanya untuk mempersatukan kerajan-kerajaan kecil di pulau Sangihe Besar telah di lakukannya.
Hal itu melambangkan bahwa Raja Santiago menghendaki suatu persatuan yang kokoh guna membendung kekuasaan asing yang merampas negeri.
Demikian pula di dalam negerinya sendiri tidak ada persengketaan terjadi dan itu semua adalah berkat kebijaksanannya menggalang persatuan.
Kebahagiaan, kesejahteraan, keadilan dan kemakmuran dapat di capai bilamana manusia mempunyai suatu konsekwen terhadap suatu ide yang menjadi pedoman untuk mencapai tujuan dan di dasarkan atas azas kebersamaan dan kekeluargaan yang sehat.
- Jiwa Patriot
Jiwa rela berkorban yang di miliki raja Bataha Santiago perlu menjadi contoh bagi kita semua.
Santiago mempersembahan jiwa raganya kepada ibu pertiwi karena cinta kemerdekaannya ingin hidup bebas dan tidak di kengkang oleh siapapun.
Ternyata pula dalam sikapnya menolak menandatangani perjanjian kontrak dengan VOC Belanda karena hal itu semata-mata merugikan rakyat.
Menerima itu berarti menerima penderiataan di bawah kekuasaan asing. Maka lebih baik berperan dan menerima hukuman mati dari pada ingkar dari keyakinannya.
Dari medan pertempuan sampai pada meja perundingan, raja Santiago tetap pada pendiriannya, bahwa ia lebih baik mati dari pada hidup di alam penjajahan adalah kepemimpinan dan tekad baja dan bukan senjata ampuh menjadi faktor utama kemenangan.
Santiago dalam kariernya menjadi sumber kekaguman dan memberi pengaruh yang sangat mendalam pada setiap dada generasi berikutnya.
Itulah jiwa patriot yang di milikinya sebagai seorang putra bangsa di dasarkan atas kepribadian yang kokoh, Jiwa Santiago tidak menjadi goyah dengan senjata apapun dan tidak terbuai dengan bujukan-bujukan halus karena percaya pada diri sendiri, percaya pada kekuatan dan kemampuan sendiri dan tidak mementingkan dirinya karena perjuangannya itu adalah untuk melindungi rakyat dan negerinya agar tetap hidup merdeka di tanah air tercinta.
Tersirat dalam ungkapannya “Nusa Kumbahang Katumpaeng” yang mengandung arti bahwa kerajaan Manganitu dan Sangihe Talaud jangan di injak dan di kuasai penjajah, Sejengkal tanah air ini harus di pertahankan, pengorbanan jiwa dan raga adalah pelampiasan kecintaan terhadap tanah air, kemerdekaan dan cinta rakyat yang di tunjukannya pada kerelahan menerima hukuman mati di atas tiang gantungan.
- Anti Penjajahan
Bataha Santiago dengan jiwa kepahlawananya mengangkat senjata dan berperang dengan VOC belanda walaupun hanya memiliki kekuatan yang tidak seimbang, tetapi ia berjuang hingga titik darah penghabisan.
Santiago konsekwen pada cita-citanya dengan suatu keputusan bersedia di hukum mati dari pada tunduk kepada kekuasaan penjajah. Santiago berani menentang imperialism, kolonialisme dalam segala bentuknya.
Sumber: Adrian D. B. , Renungan Kisah Kepulauan Sangihe dan Talaud, Tabukan, 1981. C.Wessels SJ.,De Katholieke Missie in de Molukken, Noord- Celebes en de Sangihe einlanden de Spaanche Bestuurs periode 1606 — 1677. Het Journal van Padtbrugge’s reis naar Noord — Celebes en de Noordereinlanden 16 – agustus – – 25 Desember 1677. Makahanap, N. R, SH, Mengenal Kepulauan Sangihe Talaud, Yayasan Pelestarian Budaya Sangihe Talaud, Jakarta 1985. Timbul R., Catatan Sejarah Perjuangan Menentang Penjajahan, Manganitu, 1982. (*)