TONDANO,MANADONEWS.CO.ID– Pengadilan Negeri (PN) Tondano kembali menjadi saksi drama hukum yang mencengankan, ketika terdakwa Arny Christian Kumolontang menjalani pemeriksaan keterangan dalam sidang lanjutan kasus tambang emas ilegal yang berlokasi di PT Bangkit Limpoga Jaya, Desa Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara, Kamis (16/11/2023).
Dihadapan majelis hakim, Arny Christian Kumolontang membeberkan awal mula berdirinya perusahaan yang bernama PT Bangkit Minsel Jaya kemudian menjadi PT Bangkit Limpoga Jaya (BLJ).
Selain itu, ia juga mengatakan ada sembilan orang komisaris dalam PT Bangkit Limpoga Jaya (BLJ) dan dirinya merupakan satu-satunya warga Indonesia.
“Yang lain dari China. Hanya saya saja yang berasal dari Indonesia,” ujar terdakwa.
Pada tahun 2012 hingga 2020, Arny mengatakan menerima upah sebesar Rp 10 juta dari PT Bangkit Limpoga Jaya.
Ia pun membeberkan bahwa sejak beralih menjadi penanaman modal asing (PMA), lahan miliknya yang ada di PT BLJ tak pernah dijadikan aset dan hanya disewa saja.
“Untuk sewa lahan itu Rp 100 juta pertahun.Tapi tak pernah dijadikan aset,” ujarnya.
Arny juga mengatakan dirinya berniat menyelamatkan perusahaan karena sejak terbitnya Izin Usaha Pertambangan (IUP) tahun 2004, PT BLJ belum melaksanakan kegiatan.
Arny kemudian bertemu dengan terdakwa lainnya yakni Donal Pakuku dalam suatu momen.
Pada pertemuan tersebut, Donal Pakuku mengatakan bahwa dirinya juga punya pemodal dari Cina yakni terdakwa Sie You Ho.
Kumolontang juga menjelaskan pada tahun 2020 sudah mendapat tiga kali surat peringatan dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sulut.
Hal ini membuat dirinya berkomunikasi dengan Direksi Zhao Zhang dan disuruh untuk mencari pendana.
“Saya diminta untuk mencari pendana dan itu ada didalam surat yang dikirimkan dari Cina,” ucapnya.
Tak lama berselang, Arny kemudian menjalin kerjasama dengan terdakwa Donal Pakuku dan Sie You Ho.
Ia mengaku menandatangani kerjasama tersebut sebagai seorang komisaris PT Bangkit Limpog Jaya (BLJ).
Setelah itu, terdakwa Donal Pakuku kemudian membentuk sebuah koperasi.
Koperasi tersebut diberi nama Tambang Emas Ratatotok dan melakukan aktifitas di lahan PT BLJ.
“Kegiatan memang dilakukan oleh koperasi dan awalnya diajukan diatas lahan seluas enam hektar,” ucap dia.
Selama perjanjian antara Arny Kumolontang, Donal Pakuku, dan Sie You Ho dibuat, terdakwa Arny Kumolontang mengaku menerima gaji sebesar Rp 10 juta setiap bulannya.
“Tapi gaji itu saya serahkan kepada staf sebagai dana operasional,” kata dia.
Arny pun membeberkan bahwa dalam satu tahun aktivitas koperasi yang dibentuk ketiganya menelan anggaran puluhan milyar.
“Seingat saya dalam setahun aktivitas koperasi ada sekitar Rp 31 milyar habis,” ucapnya.
Terdakwa Arny juga mengatakan setiap pengeluaran dari koperasi, dirinya menjadi salah satu orang yang ikut tanda tangan.
Anehnya, Arny mengatakan setiap pengeluaran tak dilaporkan ke jajaran Direksi PT BLJ.
Ia berdalih akan ditunjukkan bukti pengeluarannya saat para Direksi datang ke Sulawesi Utara ataupun Indonesia.
“Tidak pernah dilaporkan. Karena saya memang niatnya mau tunjukan saat mereka datang. Itu angkanya dalam setahun Rp 31 milyar,” ucapnya.
Dari kerjasama antara ketiga terdakwa juga dilakukan pembuatan dua leach pad atau kolam ekstraksi logam/emas.
Meski berdalih belum mendapatkan hasil dari aktivitas di lokasi PT BLJ, Arny tak bisa mengelak ketika ditanyakan hakim perihal barang bukti karbon yang disita polisi.
Arny mengatakan karbon yang disiapkan memang untuk menangkap logam atau emas.
Sementara terdakwa Sie You Ho dan Donal Pakuku persidangannya ditunda pada, Jumat (17/11/2023) dengan agenda tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Diketahui kasus ini bermula pada tahun 2020 lalu dimana pria bernama Arny Christian Kumulontang selaku komisaris menyewakan ke orang lain lahan milik perusahaan PT BLJ kepada dua tersangka Donal Pakuku dan Sie You Ho kemudian melakukan aktivitas penambangan liar di areal perusahaan secara membabi buta.
Pihak perusahaan kemudian melaporakan kasus ini ke Bareskrim Polri pada tanggal 4 Juli 2022.
Kemudian pada 19 Desember 2022 ketiga tersangka ini dinaikan statusnya sebagai tersangka dan pada 15 Agustus 2023 ketiga tersangka ditangkap di Jakarta oleh tim gabungan Bareskrim Polri dan Kejagung RI.
Kemudian mereka diserahkan ke Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan pada 16 Agustus 2023 dan mulai menjalani sidang perdana pada 30 Agustus 2023 dengan agenda pembacaan dakwaan.
Tiga terdakwa ini di jerat dengan pasal 158 junto pasal 35 undang-undang nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan atas undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 100 milyar rupiah. (Regwilnnlhy)