Bitung, Manadonews.co.id – Aktivis Robby Supit mendesak Walikota dan Sekretaris Daerah Kota Bitung untuk segera menindak lanjuti rekomendasi Badan Kepegawaian Negara Republik Indonesia (BKN RI) terkait dugaan pelanggaran netralitas ASN di lingkungan Pemerintah Kota Bitung.
Supit menjelaskan dugaan pelanggaran netralitas ASN ini sudah lama berproses dan telah diselesaikan oleh pihak Bawaslu yang sudah menindak lanjuti dengan mengirimkan surat (telaa) ke BKN sebagai kajian dugaan netralitas ASN yang diduga kuat di lakukan oleh MM, SM, RB, AT, JS, TW, VL, IH, JL.
Kesembilan ASN ini pada saat perhelatan Pilkada November 2024 terinformasi berfoto bersama salah satu calon kepala daerah.
Selain sembilan orang tersebut, ada juga sepuluh ASN yang melakukan hal yang sama dengan mendatangi kediaman calon walikota terpilih yang diduga tindakan ini dilakukan atas dasar inisiatif sendiri dengan memberikan ucapan selamat kepada calon terpilih sambil mengangkat 2 jari yang disinyalir sebagai simbol keberpihakan kepada calon walikota nomor urut 2.
Sepuluh ASN tersebut juga diduga kuat ikut berkampanye saat perhelatan pesta demorasi berlangsung, mereka adalah GM, AT, FL, SM, EK, RP, JS, GD, SM dan BL.
Sesuai informasi, BKN RI telah menindak lanjuti surat dari Bawaslu dan BKN mengirimkan rekomendasi ke Pemkot Bitung untuk melakukan pemanggilan dan pemeriksaan oleh atasan langsung dan/atau tim pemeriksa terhadap nama-nama yang tertera dalam rekomendasi tersebut atas dugaan pelanggaran netralitas ASN yang di maksud, menjatuhkan hukuman disiplin sesuai dengan jenis pelanggaran dan dampak dari pelanggaran disiplin kepada para ASN dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan di peroleh fakta bahwa telah terjadi pelanggaran netralitas ASN.
Adapun sanksi yang bisa dikenakan kepada ASN yang terbukti tidak netral dalam pemilihan kepala daerah adalah sanksi ini diatur dalam Pasal 188 Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), dimana pelanggar dapat dijatuhi hukuman penjara antara satu hingga enam bulan, serta denda mulai dari Rp600 ribu hingga Rp6 juta.
Sedangkan hukum jika ASN terlibat berpolitik dalam hal ASN/PNS menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, ia diberhentikan tidak dengan hormat, sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (4) jo.
Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2014, Pasal 2 huruf f tentang ASN jelas tertera, asas, prinsip, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku penyelenggaraan kebijakan, manajemen ASN salah satunya berdasarkan asas netralitas. Bahkan dalam pasal 280 ayat (2) UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Selain ASN, pimpinan Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi sampai perangkat desa dan kelurahan dilarang diikutsertakan dalam kegiatan kampanye. Jika pihak-pihak disebutkan tetap diikutsertakan dalam kampanye, maka akan dikenakan sanksi pidana kurungan dan denda.
Sanksi tersebut tertuang, dalam Pasal 494 UU 7 tahun 2017 yang menyebutkan, setiap ASN, anggota TNI dan Polri, kepala desa, perangkat desa, dan/atau anggota badan permusyawaratan desa yang terlibat sebagai pelaksana atau tim kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3) dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Terbitnya PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil telah memberikan dukungan dalam penegakan netralitas PNS. PP Nomor 94 Tahun 2021 mengatur lebih rinci larangan bagi PNS terkait netralitas dalam pemilu dan pemilihan yang sebelumnya tidak diatur dalam PP Nomor 53 Tahun 2010.
Dalam ketentuan Pasal 5 huruf n PP Nomor 94/2021 disebutkan ASN dilarang memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon anggota DPR, calon anggota DPD, atau calon anggota DPRD dengan cara:
1). Ikut kampanye;
2). Menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS;
3). Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain;
4). Sebagai peserta kamp
[3/2, 08.05] Wrtwn Bitung VM: 4). Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara;
5). Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye; 6). Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat
7). Memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk.
Terhadap pelanggaran netralitas ASN tersebut diatas, dapat dikenakan hukuman disiplin berat sebagaimana ketentuan pasal 8 ayat 4 PP Nomor 94 tahun 2021 berupa
a). Penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 (dua belas) bulan
b). pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 (dua belas) bulan
c). pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Terkait hal tersebut, aktivis Robby Supit mendesak Walikota dan Sekda Kota Bitung untuk segera memanggil dan memeriksa serta memberikan sanksi sesuai dengan UU ASN agar menjadi efek jerah bagi para ASN untuk tunduk dan taat pada peraturan.
“Saya meminta Walikota dan Sekretaris Daerah Kota Bitung untuk segera menindaklanjuti rekomendasi Badan Kepegawaian Negara (BKN) terkait dugaan pelanggaran netralitas ASN dalam Pilkada 2024. Dugaan ini sudah melalui proses panjang, mulai dari Bawaslu hingga akhirnya mendapat rekomendasi dari BKN, sehingga tidak ada alasan bagi Pemkot Bitung untuk menunda tindakan tegas,” kata Robby kepada wartawan, Minggu (2/2/2025).
Lanjut dia, netralitas ASN adalah prinsip fundamental yang harus dijaga untuk memastikan pemerintahan yang profesional dan bebas dari intervensi politik. Fakta bahwa sejumlah ASN diduga berfoto dengan salah satu calon kepala daerah dan bahkan diduga terlibat dalam kampanye menunjukan pelanggaran serius yang harus segera ditindak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
“Saya meminta Pemkot Bitung untuk segera melakukan pemanggilan, pemeriksaan, serta menjatuhkan sanksi tegas kepada ASN yang terbukti melanggar, sebagaimana diatur dalam PP Nomor 94 Tahun 2021 dan peraturan lainnya. Sanksi ini bukan sekadar bentuk hukuman, tetapi juga sebagai efek jera agar ASN lainnya tetap menjaga profesionalisme dan tidak terlibat dalam politik praktis,”tegas Robby.
Ia menambahkan, jika pemerintah daerah tidak segera menindaklanjuti rekomendasi BKN ini, maka hal ini akan menjadi preseden buruk dalam penegakan aturan disiplin ASN.
“Saya bersama rakyat akan terus mengawal dan mendesak agar proses ini berjalan transparan dan sesuai aturan yang berlaku demi menjaga integritas birokrasi di Kota Bitung,” pungkas Robby Supit.
(GM)