MANADO,MANADONEWS.CO.ID-Ditengah hiruk-pikuk kehidupan perkotaan, ada satu tempat yang menjadi oase bagi masyarakat Manado, Sulawesi Utara. Rumah Kopi bukan sekedar tempat minum, tapi sebuah panggung kebersamaan yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Dari sekian Rumah kopi yang menjamur di Manado, dari yang konsep rumah kopi konvensional, semi modern hingga ala cafe, Rumah Kopi Tikala bisa jadi pilihan.
Rumah Kopi Tikala yang mengusung slogan “Mari Jo Ngopi Dirumah Kopi Tikala” tersebut, berada di kawasan wenang, persis tepatnya di pinggir jalan raya Sudirman, Kota Manado, Sulawesi Utara.
Kedai ini, bukan sekadar tempat untuk mengisi perut dan merasakan aroma kopi yang khas. Ini adalah panggung di mana cerita-cerita keseharian Manado terpampang, sambil menyeruput kopi dengan kenikmatan yang sulit diungkapkan.
Salah satu yang menjadi daya tarik utama Rumah Kopi Tikala ini adalah cara meracik kopinya. Jika rumah-rumah kopi lainnya memasak kopi dengan menggunakan kompor gas di rumah kopi ini kopinya diolah dengan cara tradisional yakni dimasak diatas bara api dari arang tempurung kelapa menggunakan dua teko berbeda.
Adrie Lumenta (61) atau Ko Fang sapaan akrabnya, sebagai generasi penerus Rumah Kopi Tikala menjelaskan, kita buka pukul 07.00 pagi dan tutup pukul 20.00 Wita. Soal harga sangat ramah di kantong.
“Kopi hitam hanya Rp 10 ribu per gelas, Kopi susu Rp 15 ribu per gelas, Roti Bakar dengan selai srikaya Rp 12 ribu dan ada bermacam-macam kue basah dengan harga Rp 3 ribu per biji,” kata Ko Fang, Selasa (15/4/2025) di Rumah Kopi Tikala, Manado.
Dia menyampaikan, warkop-warkop di Manado memang identik dengan kehadiran kaum pria. Namun, perlahan namun pasti tren berubah. Sekarang perempuan yang berkunjung ke warkop sudah ramai bersama rombongan teman-temannya.
“Peminat kopi sekarang tinggi mulai dari kaum muda-mudi yang tua sampai anak-anak menyukai kopi. Kami bersyukur hampir 86 tahun Rumah Kopi Tikala dibuka dan selalu ramai pengunjung,” tandasnya.
Sementara itu, DJunaidy Ramlan Pulumodu (43) salah satu masyarakat Manado, yang telah menjadikan rumah kopi sebagai bagian tak terpisahkan dari rutinitas hariannya
“Kurang pas rasanya kalau nyanda minum kopi satu hari jow,” kata Junaidi, menggambarkan betapa dalamnya hubungan dia dengan kopi.
Berdasarkan pantauan, Rumah Kopi Tikala menjadi saksi bisu pembicaraan seru, di mana aroma kopi tak hanya membangkitkan semangat tetapi juga ide-ide segar untuk kemajuan daerah. Kopi menjadi pengikat, menghubungkan masyarakat dalam diskusi dan perbincangan yang berkesan.
Momen kebersamaan tak hanya menjadi milik kaum pria, tapi juga melibatkan perempuan dalam berbagi cerita dan tawa di sekitar secangkir kopi.
Dari kebersamaan di rumah kopi Tikala, tergambar bahwa kopi bukan hanya sekadar minuman, tapi juga medium penghubung masyarakat. Dalam setiap tegukan, tersemat harapan dan energi positif untuk masa depan yang lebih baik.
Kunjungan ke Rumah Kopi Tikala tak sekadar tentang kopi, ini adalah perjalanan dalam memahami jalinan antar manusia, yang tercipta melalui secangkir kopi di suatu sudut kecil Kota Manado.
Seiring matahari tenggelam di ufuk barat, Rumah Kopi Tikala tetap menjadi saksi bisu kisah-kisah kehidupan sehari-hari masyarakat Manado yang terus berlanjut, sambil aroma kopi tetap menjadi sumber inspirasi yang tiada habisnya. (*/Regwilnnlhy)