Jakarta, Manadonews.co.id – Puncak perayaaan HUT ke-50 PDI Perjuangan (PDIP) di Jakarta International Expo (JIExpo) Kemayoran, Selasa (10/1/2023), berlangsung meriah.
Presiden RI, Ir. Joko Widodo (Jokowi), berkesempatan menyampaikan pidato usai Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri.
Presiden ketujuh RI yang juga kader PDIP ini, mengungkapkan beberapa poin substansial terkait kondisi terkini Indonesia dari sektor ekonomi, industrial, geopolitik, dan sebagainya.
Di sektor ekonomi Jokowi menjelaskan penghentian hasil tambang nikel mentah sejak tiga tahun lalu memberikan keuntungan berkali lipat.
“Nikel kita setop tiga tahun lalu, dulu waktu masih mentah kita ekspor nilainya hanya Rp 17 Triliun. Setelah kita stop tiga tahun ini, setahunnya bisa menghasilkan kurang lebih Rp 360 Triliun. Ini baru nikel. Bauksit juga kita telah umumkan pada Desemebr 2022 untuk stop juga. Mulai Juni 2023 akan kita hilirisasi di dalam negeri, kita masih belum tidak tahu lompatannya akan seperti apa, tapi kurang lebih yang sebelumny 20 akan menjadi 60 sampai 70 Triliun,” terang Jokowi.
Jokowi menambahkan ini memang pekerjaan yang tidak mudah. Tambang di Sumbawa, nikel di Sulawesi, Maluku, timah di Belitung, bauksit di Kalimantan Barat, Bintan, pokoknya semua harus terintegrasi.
“Kita harap nantinya jadi ekosistem bagi kendaraan listrik, yang ke depan dapat memberikan sebuah masa depan yang cerah. Karena seluruh pasar negara-negara membutuhkan mobil listrik ini. Tapi tentu tahapannya masuk ke baterai listrik lebih dulu,” tukasnya.
Jokowi memberikan bayangan, bahwa ekspor nikel dari 17 menjadi 360 triliun itu lompatan yang sangat besar sekali. Tapi apabila sudah menjadi ekosistem baterai dan mobil listrik, ini akan memberikan nilai tambah ratusan kali, bukan hanya puluhan kali.
“Problemnya sekarang adalah kita sedang digugat Uni Eropa. Nikel kita digugat dan sudah diputuskan kita kalah. Tapi saya sampaikan ke Bu Menteri Luar Negeri agar jangan mundur,” kata Jokowi.
“Karena inilah yang akan jadi lompatan besar peradaban negara kita. Saya yakin itu. Terus kita akan banding. Kalau banding kalah, saya gak tau ada upaya apa lagi yang bisa kita lakukan. Tapi itulah sebuah perdagangan yang kadang-kadang menekan sebuah negara, agar mereka ikut aturan yang dibuat negara-negara besar. Sehingga kalau hanya ekspor barang mentah, sampai kiamat kita hanya akan jadi negara berkembang. Tidak akan maju,” tambahnya.
Jokowi mengingatkan kebijakan Presiden Soekarno pada 1965 yang menolak ketergantungan pada imperialisme dan memperluas kerja sama sederajat, serta saling menguntungkan.
“Ia (Bung Karno) menyampaikan itu supaya kita tidak didikte dan menggantungkan diri ke negara manapun. Inilah yang ingin kita lakukan. Berdikari, berdikari, berdikari,” tutur Jokowi.
(***/Jrp)